Public Lecture Geologi
Outline Public Lecture Peringatan HUT Museum
Geologi ke-83
Bandung 16 Mei 2012
Pemateri : Badan Pengelolaan Minyak Bumi dan Gas
(BPMIGAS)
Judul : Eksplorasi dan Produksi Migas Status Indonesia
Kondisi pemanfaatan energy saat ini masih
sangat tergantung kepada minyak bumi. Selain itu konsumsi energi terus
meningkat dengan pertumbuhan sekitar 7% pertahun. Tragisnya masih ada bahan
bakar yang disubsidi dan ratio elektrifikasi 65,10% (2008), pengembangan dan
pemanfaatan EBT belum optimal.
Migas berasal dari ganggang, bakteri,
plankton, tumbuhan lunak, tumbuhan keras seperti zooplankton dan phytoplankton.
Terbentuk dari C, H, N dan O2, sebagian besar sisa mahluk hidup dihancurkan dan
dimakan oleh bakteri. Namun, sebagain terendapkan di dasar laut, danau, laguna,
delta atau tempat lain yang kurang kandungan O2-nya.
Pada masa ini, sisa mahluk hidup menyatu
dengan sedimen membentuk lapisan batuan yang mengendap secara alamiah selama
jutaan tahun. Lapisan lebih tuan terletak di bawah lapisan yang lebih muda.
Pergerakan terus menerus kerak bumi mengubah bentuk lapisan batuan ini.
Semakin dalam lapisan batuan ini
terendapkan dan tertimbun, suhu dan tekanan semakin besar. Terjadi reaksi kimia
hidrokarbon. Hidrokarbon ini mulai pindah ke atas, karena berat jenisnya lebih
rendah dari air. Namun bila perjalanan hidrokarbon menemui lapisan tak tembus,
mereka akan terperangkap di bawahnya dalam pori batuan yang selanjutnya
dinamakan reservoir.
Tugas geologist adalah mengamati, mencari
dan mencatat semua petunjuk kemungkinan adanya migas di dalam bumi.
Pendeteksian migas tersebut menggunakan teknik survey seismic, sumber getaran
permukaan memancarkan gelombang suara, sebagian menembus batuan dan sebagian
lagi dipantulkan. Biasanya alatnya (geophone)
dipasang di truk/dinamit. Berbeda dengan seismic lepas pantai yang dideteksi
menggunakan hydrophone.
Status Migas di Indonesia, produksi migas
dengan konsumsi minyak pada tahun 1955 sampai tahun 2000 terus mengalami
peningkatan. Hal itu disebabkan oleh penemuan-penemuan sumber migas di
Indonesia semakin berkembang. Tentunya hal ini menjadi tantangan dalam potensi
migas. Menurut perkiraan, produksi migas di Indonesia akan mengalami penurunan
pada tahun 2050 tanpa penemuan baru. Dibandingkan dengan Negara-negara
Asia-Pasifik yang memproduksi minyak, Indonesia adalah Negara tertinggi
penghasil migas yang mencapai 1,2 juta barel per hari (Wood MacKenzie, 2007).
Tentu saja dilakukan upaya untuk
peningkatan produksi migas misalnya meningkatkan ilmu investasi, meningkatkan
kordinasi dan sinkronisasi peraturan-peraturan dengan Kehutanan, Perhubungan,
KLH, aparat keamanan dan pihak-pihak terkait lainnya. Penertiban peraturan dan
pungutan daerah yang membebani biaya dan kelancaran operasi migas (Depdagri dan
Pemda).
Pemateri : Udi Hartono
Judul : Magmatisme dan Mineralisme
Geologi adalah ilmu yang mempelajari bumi
(ilmu kebumian/earth science).
Magmatisme adalah seluruh kegiatan magma, mulai
dari saat peleburan, proses ketika magma naik ke permukaan bumi, sampai
membeku membentuk batuan. Mineralisasi adalah proses pembentukan deposit
mineral (logam). Mineral adalah bahan anorganik yang terjadi dengan sendirinya
karena proses alam (geologi), biasanya berbentuk kristal.
Magmatisme berada di zona penujaman atau
dengan istilah zona subduksi. Dua lempeng bertumbukan akan mengakibatkan
goncangan. Magmatisme akan menjaga keseimbangan, sehingga goncangan dapat
diperkecil. Magmatisme ini akan menghasilkan gunung berapi sehingga bumi tidak
bergoyang.
Proses pembentukan deposit mineral
terbentuk karena adanya magma naik dari sumbernya menembus kerak bumi.
Menurunnya beberapa lapisan akan menghasilkan sejumlah mineral dan sisa magma
akana terus naik ke permukaan bumi (proses deferensiasi). Kristalisasi awal
membentuk oksida logam sulfide, logam murni. Karena berat unsure logam itu
kemudian terpisah dari larutan dan terkumpul di bagian bawah dapur magma.
Proses magmatik melibatkan air sangat
panas. Air magmatic dan air meteoric. Sehingga menghasilkan endapan misalnya
epitermal, porfiri, VHMS dan SEDEX. Endapat porfiri misalnya terdapat di
Grasberg, Irian Jaya dan Batuhijau, Sumbawa.
Pemateri : Sujatmiko (Kelompok Riset Cekungan
Bandung (KRCB))
Judul : Potensi dan Prospek Batumulian di Tatar Sunda
Tatar Sunda yang meliputi beberapa wilayah
kabupaten di Jawa Barat yaitu Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Bandung, Cianjur,
Sumedang dan Sukabumi memiliki tatanan geologi yang sangat menunjang terhadap
proses pembentukan dan akumulasi beragam jenis mineral dan batu mulia.
Di antara ke tujuh kabupaten tersebut, yang
paling menonjol adalah Kabupaten Garut yang batu mulia unggulannya beraneka
ragam dan sangat dikenal di kalangan pedagang dan kolektor batu mulia seperti
Krisopras Hijau, Krisokola Biru, Biduri Pancawarna, Biduri Tembaga, Permata
Bergambar dan lain sebagainya. Selain Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya
menjadi perhatian masyarakat luas sejak empat tahun terakhir ini yaitu
ditemukannya Taman Jasper Merah berkualitas dunia di Kecamatan Panca Tengah
yang diharapkan dapat dikembangkan
menjadi kawasan Geowisata yang berdaya tarik wisata.
Sebaran
dan jenis batumulia di Tatar Sunda
No
|
Kabupaten
|
Jenis
Batumulia
|
Cadangan
|
1
|
Ciamis
|
Jaspis
|
Banyak
|
2
|
Tasikmalaya
|
Jaspis Pancawarna
Kalsedon
Akik
Biduri Tawon
Kecubung
Jaspis Magnetit (biduri
besi)
|
Banyak
Banyak
Sedang
Sedang
Sedikit
Sedang
|
3
|
Garut
|
Krisopras hijau
Krisokola biru
Jaspis merah
Fosil kayu
Biduri pancawarna
Kalsedon
Rodonit
Akik lumut
|
Sedikit
Sedang
Banyak
Banyak
Banyak
Sedang
Sedikit
Sedikit
|
4
|
Bandung
|
Fosil kayu
Akik
Realgar merah
Kalsedon
Jaspis merah
|
Sedang
Sedikit
Sedikit
Sedikit
Sedikit
|
5
|
Cianjur
|
Kecubung muda
Jaspis merah
|
Sedikit
Sedikit
|
6
|
Sukabumi
|
Akik-Kalsedon
Opal biru-Biduri Safir
Batu Sabun
|
Banyak
Sedang
Sedang
|
7
|
Sumedang
|
Biduri Tawon
Prehnit hijau
|
Sedikit
Indikasi
|
Berdasarkan angket yang disebarkan kepada
responden sebanyak 1096 ternyata lebih dari 50% penduduk Indonesia menyenangi
dan bahkan memiliki batumulia dengan perincian 31% untuk mahasiswa, 59% untuk
pegawai negeri sipil, 80% untuk santri dan 81% untuk pengusaha. Hal ini member
gambaran bahwa pangsa pasar atau captive
market produk batumulia sudah tersedia di sekitar kita sehingga prospek
pemasarannya baik di daerah perkotaan ataupun pedesaan tempat terdapatnya
endapan batumuliacukup menjanjikan.
Pemateri : P. Santoyo, Mashuri dan Kezia
Judul : Geobatik Sebagai Bagian “Geodiversity”
Sejak dikukuhkan UNESCO sebagai warisan
budaya pada tahun 2009, tren batik kembali mencuat. Tidak saja saat acara remi,
seperti acara hajatan pernikahan, pesta keluarga dan sebagainya, tetapi busana
batik pun kini dapat dijumpai pada hari-hari biasa, sebagai busana kerja,
santai, seragam sekolah dan sebagainya. Motif dan design-nya pun beragam,
sehingga para pengguna tidak terlihat kaku, bahkan sebaliknya tampak trendi dan
penuh gaya.
Contoh
batuan dipotong dengan mesin khusus pemotong batuan, dan dibentuk sedemikian
rupa (persegi panjang, dengan ukuran 3 x 2 cm dan tebal sekitar 0,5 cm).
Batuan
yang telah dibentuk dengan ukuran tertentu tadi ditempelkan di sebuah kaca
khusus dengan bantuan zat kimia yang disebut Canada balsm.
Bila
telah kering kemudian dilakukan pemotongan ulang dengan mesin pemotong yang
lebih khusus, guna memperoleh tingkat ketipisan tertentu.
Tahap
akhir, adalah menggosok potongan tipis batuan tersebut di alat penggosok batuan
dengan bantuan taburan serbuh korundum, sampai dengan ketebalan sekitar 0,03 mm
dan akhirnya sayatan batuan siap untuk
dilihat di bawah mikroskop.
Batik memeng bukan sesuatu yang baru,
melainkan mungkin sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit. Motifnyapun
berbeda-beda di setiap daerah dan memiliki nilai serta arti sendiri, seperti
misalnya batik yang berasal dari Pekalongan, dengan motif yang dinamai Parang,
Lereng, Kawung dan sebagainya. Ada pula Batik Tuban, atau yang dikenal dengan
sebutan batik gedog dimana kata “gedog” berasal dari bunyi dog-dog yang berasal
dari alat penenunan batik. Batik yang berasal dari Daerah Banyumas disebut
sebagai Batik Banyumasan, ada pula Batik Yogya, Batik Solo, Batik Madura, Batik
Bali dan sebagainya.
Kini Georesearch Indonesia dengan
Geotradenya mencoba memberanikan diri untuk memperkenalkan batik corak baru
yang dinamai sebagai “Geobatik”. Kata “geo” didepan kata “batik” memberikan
penekanan bahwa batik tersebut motifnya merupakan motif yang berasal atau
berhubungan dengan bumi atau sering dikenal dengan geo.
Istilah “Geodiversity” atau “keanekaragaman
geologi” kini juga sedang ramai dibicarakan, terutama dikalangan masyarakat
kebumian, karena ternyata ilmu geologi tidak saja hanya berkutat kepada masalah
yang bersifat science kebumian saja, tetapi juga berhubungan dengan keindahan
alam (geo-wisata/geo tour, keindahan seni photography/geophoto), keindahan seni
bentuk-bentuk dan aneka ragam batuan yang dikenal sebagai “Suseki”. Bahakan
sekarang Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral pun (ESDM) ikut arus
melakukan penelitian-penelitian yang sebetulnya berada pada lingkup ilmu
“antropologi” ataupun “arkeologi” ketimbang “geologi” yaitu misalnya seperti
penelitian Gunung Tambora (kota atau dareah pemukiman terkubur oleh letusan
Gunung Tambora), Cekungan Matamenge di Nusa Tenggara Timurnyang berhubungan
dengan “Manusia Purba” dan sebagainya, itulah “Geodiversity”.
Geobatik juga merupakan bagian dari suatu
keanekaragaman geologi atau “Geodiversity” mengapa? Karena pada dasarnya motif
batik dari “Geobatik” berasal atau dihasilkan dari gambaran original sayatan
batuan/fosil yang dilihat di bawah mikroskop. Jadi jelas gambaran sayatan
batuan/fosil di bawah mikroskop tidak hanya untuk keperluan ilmiah saja, tetapi
juga bias dikembangkan untuk menghasilkan karya seni yang tidak kalah menarik
dari seni-seni lain.
Ide awal geobatik muncul ketika adanya
kerjasama Penelitian Geologi Eosen Jawa antara Museum Geologi dan COPAREX, pada
tahun 2001 sampai dengan tahun 2004. Penelitian ini mempelajari tentang
kemungkinan mendapatkan “sourcerock hydrocarbon” di batuan yang berumur Eosen.
Ketika itu, Museum Geologi diwakili oleh Prihardjo Sanyoto (structural
geologist) dan COPAREX oleh Peter Lunt (Paleontologist). Pada saat itulah
diperoleh foto-foto sayatan batuan yang Nampak dari bawah mikroskop, yang
ternyata bukan main bagusnya, dan pada saat itulah muncul ide untuk dijadikan
sebagai motif batik.
Pembuatan geobatik merupakan hasil inovasi
pengembangan dari suatu rentetan kegiatan penelitian geologi yang di awali dari
suatu kegiatan lapangan sampai dengan kegiatan laboratorium. Salah satu
kegiatan riset biasanya dilakukannya rekaman data geologi di suatu lokasi
tertentu yang dianggap penting oleh seorang geolog, dan kemudian diikuti
pengambilan contoh batuan. Ketika contoh batuan tersebut akan dipergunakan
untuk analisa petrologi, maka contoh tersebut perlu dipreparasi dengan cara
antara lain:




Gambaran sayatan pipih batuan di bawah
mikroskop ini dianalisa jenis mineralnya. Dihitung jumlahnya dan sebagainya,
yang akhirnya dapat ditentukan nama batuannya. Tidak jarang gambaran di bawah
mikroskop ini dibuati fotonya. Foto inilah yang kemudian dikembangkan sebagai
motif batik, dengan sedikit sentuhan modifikasi computer diperoleh motif-motif
batik yang bukan main bagusnya. Proses selanjutnya yaitu proses pembatikan,
batik dengan cara tulis, cap, painting maupun printing di berbagai jenis kain.
Hasilnya adalah batik dengan corak berbagai macam batuan dan fosil, yang
kemudian inilah yang kami namakan sebagai “GEOBATIK”.
Bandung, 16 Mei
2012
Komentar
Posting Komentar